Pages

Rabu, 23 Maret 2016

Pengertian Fotografi Jurnalistik

Fotografi jurnalistik merupakan bagian dari jurnalistik, yakni aktivitas jurnalistik yang dilakukan melalui ilmu fotografi. Foto jurnalistik adalah foto yang mengandung nilai berita, fungsinya untuk melengkapi teks berita dalam media cetak atau media online.

Terkadang, foto jurnalistik hadir sebagai berita tersendiri sehingga disebut foto berita dengan disertai keterangan foto atau caption. Foto jurnalistik dibuat oleh seorang pewarta foto atau biasa disebut photojournalist.

Foto berita biasanya ditampilkan pada halaman utama sebuah surat kabar dengan tujuan menarik minat pembaca. Seperti halnya karakteristik berita, foto jurnalistik pun memiliki karakteristik yang hampir sama, aktual, faktual, penting, dan harus menarik. Selain itu, foto jurnalistik ditujukan untuk melengkapi teks berita tentunya harus sesuai dengan isi beritanya.

Jenis-jenis Fotografi Jurnalistik adalah:

Spot Photo: Foto berita yang dibuat dari peristiwa yang tidak terduga.

Sport Photo: Foto berita dari peristiwa olahraga.

People in the News Photo: Foto mengenai seseorang, tokoh, atau masyarakat dalam suatu berita.

General News Photo: Foto berita yang dibuat dari peristiwa terjadwal atau biasa.

Potrait: Foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up.

Science and Technology Photo: Foto berita yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Social and Environtment: Foto berita tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya.

Daily Life Photo: Foto berita dari kehidupan sehari-hari yang dipandang dari sudut human interest.

Art and Culture Photo: Foto berita yang berkaitan dengan peristiwa seni dan budaya.

Dalam membuat Foto Jurnalistik banyak sekali aspek-aspek yang harus kita pelajari mulai dari:

Momen : Momen atau kejadian sesaat yang tidak dapat direkayasa, dalam foto jurnalistik hanya akan terjadi sekali dan tidak dapat diulang, berbeda dengan fotografer model yang dapat menciptakan momennya sendiri.

Angle : Angle atau sudut pengambilan foto sangat penting, karena setiap angle dalam sebuah foto akan menciptakan persepsi dan keindahan tersendiri bagi orang yang melihatnya.

Komposisi : Komposisi foto yang baik akan memudahkan orang yang melihat untuk memahami maksud atau pesan foto yang ingin disampaikan oleh sang fotografer.

Pencahayaan : Pencahayaan sangat penting dalam fotografi, karena fotografi secara harfiah adalah seni melukis dengan cahaya. Seandainya momen, angle dan komposisi sudah bagus, apa jadinya jika pencahayaannya under exposed atau over exposed. Tentunya foto akan terlihat gelap atau terlalu terang, menyebabkan pesan dalam foto tidak tersampaikan dengan baik.

Mematuhi kode etik jurnalistik : Mengabadikan atau mempublikasikan foto yang berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang tanpa seizin orang yang bersangkutan tentunya dilarang. Jika terjadi, hal ini dapat dituntut secara hukum.

Fotografi Jurnalistik tidak boleh terlepas dari Caption (Teks Foto). Dalam menulis caption, buatlah caption yang sesuai kaidah 5W+1H, penulisan caption sebaiknya menggunakan metode dibawah ini agar lebih menarik :

KISS (Keep It Shoot and Simple) : Keterangan foto sebaiknya tetap ditulis singkat dan sederhana. Penulisan caption agak mirip dengan menulis pengantar berita. Langsung dan menarik minat pembaca dengan kalimat yang tidak bertele-tele sangat bagus untuk sebuah caption foto berita. Kalimat yang singkat, padat dan jelas lebih mudah dicerna bagi pembaca memahami maksud yang ada dalam foto jurnalistik.

Kalimat Aktif Lebih ”Greget” : Kalimat aktif menyajikan sebuah penuturan kalimat yang hidup (vivid description) berkaitan dengan kandungan peristiwa aktual yang ingin disampaikan. Kalimat aktif bisa menghindari pemborosan kata dan kesan penyampaian yang bertele-tele.

Menyertakan Fakta Geografis : Sangat dianjurkan untuk memasukkan fakta geografis penting dalam sebuah caption foto. Lokasi pengambilan foto masuk ke wilayah mana dan bagaimana wilayah itu di ikut sertakan keterlibatannya dengan citra visual yang tampak.

Memuat Unsur Terpenting Layak Berita : Dalam sebuah peristiwa aktual, fakta-fakta bisa banyak diperoleh. Namun, hanya fakta yang memiliki aspek paling penting layak untuk diberitakan. Demikian juga ketika kita ingin menyampaikan fakta penting melalui caption foto. Sudut angle pemberitaan sangat membantu kita ketika menulis caption. Oleh sebab itu, pemilihan unsur layak berita (5W+1H) untuk dimuat dalam caption harus mempertimbangkan kecocokan dengan sudut bidik pemberitaan dan apa saja aspek terpenting yang sedang dikomunikasikan secara visual dalam sebuah foto jurnalistik.

Gaya Penulisan yang Tepat : Gaya penulisan yang sesuai untuk caption foto mesti dipertimbangkan dengan cermat. Pilihlah pengungkapan fakta dengan memakai bahasa Indonesia yang sesuai EYD dan mengikuti kaidah 5W+1H.

Selasa, 22 Maret 2016

Civitas Dilematis

Seorang bijak pernah berkata "Homo Homini Lupus" yang artinya adalah orang homo pasti nonton film Lupus, eh salah! "Manusia adalah serigala bagi manusia yang lain". Dalam buku Asinaria miliknya Engkong Plautus menjelaskan bahwa istilah tersebut digunakan untuk menafsirkan kekejaman yang dapat dilakukan manusia bagi sesamanya. Bahwa kita harus berhati - hati dengan manusia lainnya.

Namun seiring perkembangan zaman terjadi pergeseran tafsiran "Homo Homini Lupus" menjadi lebih harfiah. Manusia benar -benar telah menjadi serigala bagi manusia lainnya. Menggonggong. Tafsiran ekstrem tersebut tentu tidak akan terjadi di kala kita mau untuk lebih peduli ketika orang mengajak bicara, atau membuka telinga dan hati lebih lebar saat seseorang memberi nasihat pada kita atau mungkin yang paling dibutuhkan berhenti bicara saat seseorang bicara. Karena dengan begitu setidaknya kita sudah berhenti membuang salah satu sifat serigala dalam diri kita yaitu "liar". 

Dahulu kala ketika teori "Homo Homini Lupus" diperkenalkan, Thomas Hobbes, sosiolog yang berhati jernih dan tidak skeptis melakukan perlawanan dengan mengenalkan istilah "Homo Homini Socius" yang artinya manusia adalah teman bagi sesamanya. Ahh senang, damai, bahagia rasanya sampai - sampai kini Atlas bisa mengangkat bumi dengan tersenyum ketika mendengar bahwa ternyata pendahulu kita tidak semuanya berpikiran skeptis.

Kita adalah teman, kita ditakdirkan untuk saling melengkapi dan saling membantu. Itu dulu. Masyarakat yang kini cenderung larut dalam Self Cautiousness yang dilematis. Mau tulus entar dikira modus, Mau jujur entar dianggap gak mujur, mau sharing entar dikira baper, mau aktualisasi diri malah dianggap caper, mau makan ehh ingat kamu. Gimana gak risih coba ? What i want to say is Skeptis boleh tapi simpan buat diri sendiri aja.

Setelah "Homo Homini Lupus" dan "Homo Homini Socius", di era modern Squidward (teman Sponge Bob) juga ikut memperkenalkan sebuah teori yaitu "Homina Homina Homina". Dijelaskan dalam season 3 episode 8 serial Kartun Spongebob Squarepants ungkapan Squidward tersebut merupakan ungkapan syukur dan juga ikut mengatakan ini merupakan bentuk Toleransi dan Apresiasi. 

Herannya kita yang merupakan makhluk 3D yang nyata justru semakin kehilangan dua hal penting yang diajarkan oleh makhluk fiksi 2D tersebut. Tidak usah kiranya kita membahas tentang toleransi beragama yang dijadikan sesuatu yang simbolis dan herois namun disaat yang bersamaan diinjak injak atas dasar fanatisme dan trauma, kita mulai dari kenyataan disekitar kita, ketika seseorang mulai membahas masalah -yang ditanggapi dengan masa bodoh oleh orang kebanyakan- seharusnya kita memberikan respon, masukan, kritik dan saran bukannya malah berkata " Coy, lu pergi yah! Gak ada kerjaan lain apa?"

Let's make it official, asli gue jengah dengan banyaknya sifat negatif yang akhir-akhir ini kita lakukan. Semakin kemari masyarakat semakin menginginkan perubahan, tapi alih - alih aktif kita malah justru makin pasif. Semakin kesini kita semakin terkekang dan terbatasi oleh komentar kaum mayoritas yang skeptis yang berlagak sok tau, kita semakin menyimpan kedongkolan dalam diri bagai bom waktu tanpa bisa diberi kebebasan untuk melakukan kritik dan menyampaikan apresiasi. Kita juga semakin mengaburkan makna toleransi menjadi sesuatu yang lebih mirip jeruji penghalang tindakan manusiawi.

Kita cuma bisa berharap namun jika kita cuma diam dan tak sadar diri. Seperti kata seorang perempuan kepada pacar laki - laki nya yang sedang LDR : " Peka lah ! "

Pena Visual

Salam kenal, selamat datang bagi Anda (pembaca) yang tengah berkunjung di blog sederhana ini. Terima kasih atas waktu luangnya untuk sekadar mampir dan membaca meski hanya sekelumit.

Disini saya akan menulis banyak hal mengenai kisah, harapan, pengalaman dan gagasan berdasarkan pemikiran pribadi. 

Disebut menulis sebenarnya kurang tepat menurut saya. Karena jelas-jelas saya sedang mengetik merangkai kata demi kata, sampai menjadi bacaan yang sekarang Anda baca ini. Pena visual merupakan rangkuman aksara dari hasil ketikan, di upload, lalu disajikan ke layar monitor PC, laptop atau smartphone Anda melalui jaringan internet. 

Inilah 'Pena Visual', dengan bertutur seadanya, memuat cerita, pemikiran dan seluruh pengalaman yang layak untuk di publikasikan. Akhirnya, cukup disini untaian kata sambutan saya. Sepenuhnya saya menyadari bahwa isi 'Pena Visual' belum sempurna. Saran dan kritikan sangat saya harapkan dari pembaca. Terima kasih. 

Tanjung Priuk, 22 Maret 2016. Pukul 01:16 WIB.

Ridwan Husaini